Rasanya
tak ada henti-hentinya gonjang-ganjing politik ditubuh partai Golkar. Pada
awalnya saya mempercayai bahwa perpecahan ini adalah hanya upaya setting
pangung politik saja untuk bargaining position partai saja dengan pemerintah,
seperti drama politik dua kaki yang selama ini di praktekkan oleh Golkar. Namun
ternyata dugaan saya keliru seratus persen, ternyata golkar ternyata telah mengalami
pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya
mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting selain partai golkar itu sendiri, dibanding
tentang siapa yang memegang kekuasaan di dalam Golkar. Paradigma itu telah bergeser
kepada kepentingan kekuasaan saja, dan telah susah untuk di konsolidasikan
antara kepentingan penguasa satu dengan penguasa lainnya di tubuh partai
Golkar, dan kini golkar telah turun derajat seperti partai-partai lainnya yang
pengurusnya sibuk mengurusi perutnya sendiri-sendiri dibanding kebesaran nama
partai golkar sebagai rumah besar.
Pertarungan kubu Abu Rizal Bakrie (Ical)
dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin
meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin
oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan
dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan
justru membuat kubu Ical semakin meradang, dan membuat upaya benturan politik
semakin meluas.
Pasca munculnya surat keputusan dari
Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat
mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang
yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga
pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di
salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan
KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka
saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya
“abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi
pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat
menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.
Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical
menyepakati bahwa pihak Ical akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta
Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain,
pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun
gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham)
diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin
menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar
dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan
kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh
jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi
III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan
Golkar kubu Agung Laksono.
Jika kubu Ical sibuk untuk melakukan
counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan
dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan
secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung
mengelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari
politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung
Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan
restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak
segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak
dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas
keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari
politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH.
Apa yang akan terjadi di kemudian hari JIka Terus
Konflik?
Konflik politik yang tidak kunjung
selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga, baik di internal partai
Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk move on dan segera fokus
untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan dalam tubuh
Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan bisa saja Golkar akan tertinggal
momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan Golkar di daerah yang masih kuat
dan perpecahan yang terjadi di tingkat kepengurusan DPP akan mengobrak-abrik
soliditas partai di level daerah. Sudah barang tentu jika hal ini terjadi maka
Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam level pertarungan di Daerah.
Pada level Nasional pun saya kira akan
terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini akan berdampak pada
soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar akan kembali gigit
jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan ini. Justru yang
akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya Demokrat, Nasdem,
Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh kemenangan dari
pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai Golkar dalam capaian
target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun nasional akan terjadi
penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi mereka telah habis
terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan untuk mengkonsolidasi
perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perolehan suara
partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami partai Demokrat pada
pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya pada saat mendatang.
Sebagai partai yang besar dan telah
kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya mereka sesegera mungkin bisa
keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik ini tidak akan membawa
keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat politik sebagian orang
saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Capain partai
golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap dinobatkan sebagai partai
terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya disadari sebagai sebuah
kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan baik. Bukan justru
berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan membawa dampak
kerugian bagi partai sendiri.
Pengurus Partai Golkar hasil Munas
Jakarta telah menerima surat dari Mahkamah Partai Golkar yang menyikapi SK
Menkumham tentang kepengurusan partai pimpinan Agung Laksono. Melalui surat
tersebut, Mahkamah Partai menyatakan memahami dan menghormati SK Menkumham
tersebut.
Sekjen DPP Partai Golkar hasil Munas
Jakarta, Zainudin Amali menjelaskan, surat dari Mahkamah Partai diterima pada
Rabu (1/4/2015) sore tadi. Surat itu merupakan jawaban dari surat yang
dilayangkan kubu Agung Laksono pada Selasa (31/3/2015).
"Ini surat terbaru yang dikeluarkan
Mahkamah Partai. Lebih baru dari pada surat yang disampaikan Mahkamah Partai
pada pengurus Munas Bali (kubu Aburizalk Bakrie)," kata Zainudin, di
Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (1/4/2015) malam.
Zainudin belum mau mengungkapkan apakah
surat tersebut akan disampaikan pada pimpinan DPR atau tidak. Tapi ia yakin,
surat yang ditanda tangani oleh Ketua Mahkamah Partai Muladi tersebut akan
menguatkan legitimasi kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono yang
dihasilkan dari Munas Jakarta.
"Kalau toh juga ada surat dari
Muladi untuk (kubu) Aburizal, saya rasa yang dipakai atau yang berbobot itu
surat yang terakhir, yaitu surat kami. Surat untuk Aburizal itu sudah lama,
yang terbaru dan terakhir dari Mahkamah Partai adalah surat untuk kami,"
ujar dia.
Berikut adalah kutipan asli surat
Mahkamah Partai Golkar untuk kubu Agung Laksono:
"Sehubungan dengan surat saudara
tertanggal 31 Maret 2015 yang meminta pendapat Mahkamah Partai Golkar tentang
SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.MG.H.11.03-26 tanggal 10 Maret 2015,
khususnya menanyakan "apakah Ketua Mahkamah Partai bisa menerima atau
berkeberatan terhadap SK Menkumham yang mengutip keputusan Mahkamah Partai
sebagai dasar diterbitkannya SK tersebut," dengan ini Mahkamah Partai
menyatakan;
Mahkamah Partai melaksanakan tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dengan merujuk Undang-Undang Nomor 02/2011
tentang Partai Politik, peraturan organisasi DPP Partai Golkar, Pasal 2
Petunjuk Pelaksanaan DPP Partai Golkar tentang pembentukan Mahkamah Partai
Golkar, Pasal 3 Peraturan Organisasi DPP Partai Golkar, tentang pedoman
beracara dalam perselisihan internal partai Golkar di Mahkamah Partai Golkar.
Mahkamah Partai Golkar memahami dan
menghormati diterbitkannya SK Kemenkumham karena sesuai tupoksinya setiap
pejabat pemerintahan secara profesional di samping memiliki monopoli kewenangan
atas dasar perundang-undangan yang berlaku juga memiliki kebebasan untuk
menilai, menafsirkan, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu.
Lazimnya, kewenangan ini digunakan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak sifatnya. Oleh karena itu,
Mahkamah Partai Golkar tidak memiliki kewenangan untuk menilai suatu produk
berupa keputusan tata usaha negara yang diterbitkan pejabat pemerintahan,
apalagi bersikap menerima atau berkeberatan atas isi dari keputusan tata usaha
negara yang dimaksud."
Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung
Laksono, Leo Nababan, mengatakan tetap berhak menandatangani persetujuan
pencalonan Pilkada.
Musababnya, penandatangan perjanjian di
rumah JK kemarin bukanlah islah. Namun, hanya kesepakatan awal agar Golkar bisa
jadi peserta Pilkada.
"Di rumah Pak JK itu tidak ada
islah, kami luruskan itu hanyalah kesepakatan awal dalam rangka Pilkada,"
kata Leo saat dihubungi, Ahad, 31 Mei 2015.
Menurut dia, membentuk kepengurusan
islah adalah suatu hal yang susah. Kedua kubu sama-sama tak ingin menyerahkan
kursi ketua umum dan sekretaris jenderal.
"Padahal secara legalitas, kami
punya SK Menkumham," kata dia. "Jadi Agung Laksono yang seharusnya
ketua umum."
Ia yakin pemerintah berpendapat sama.
"Nanti, jelang Pilkada, KPU harus bertanya pada Menkumham, siapa yang
berhak tanda tangan. Pemerintah pasti tunjuk kami, karena gugatan belum
selesai," kata Leo.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah
mengatakan komisi tetap berpendapat harus ada SK Menkumham bila partai
berkonflik memutuskan islah. Hal itu, kata dia, diatur dengan Peraturan KPU
Nomor 9/2015 Pasal 36 ayat 3.
"Kesepakatan damai untuk membentuk
kepengurusan partai didaftarkan ke Kemenkumham," kata dia melalui pesan
Blackberry. KPU memutuskan menunggu hingga pendaftaran calon kepala daerah
26-28 Juli sebelum memutuskan langkah apapun bagi partai sengketa.
SUMBER:http://www.kompasiana.com/aguslilik/babak-baru-kemelut-partai-golkar_552a10a2f17e612753d623d4
0 komentar:
Posting Komentar