Bagi
negara yang menganut sistem demokrasi, pendidikan demokrasi merupakan hal yang
penting untuk dilaksanakan sejak dini secara terencana, sistematis, dan
berkesinambungan. Hal ini agar demokrasi yang berkembang tidak disalahgunakan
atau menjurus kepada anarki, karena kebebasan yang kebablasan, sehingga merusak
fasilitas umum, menghujat atau memfitnah pun dianggap sebagai bagian dari
demokrasi. Menurut Djiwandono dkk (12003:4 1):
…
bila demokrasi tidak disertai oleh tatanan politik dan aturan politik serta
hukum yang jelas, suatu kondisi tertentu bisa berubah menjadi anarkisme dan
bahkan kemudian mengundang otorianisme yaitu suatu pemerintahan yang menindas
dan berlawanan dengan prinsip demokrasi.
Berdasarkan
hal tersebut menunjukan bahwa demokrasi tidak bisa dilaksanakan dengan baik
tanpa adanya tatanan politik serta hukum yang jelas. Tanpa tatanan politik
serta hukum yang jelas demokrasi bisa berubah menjadi anarkisme atau
otorianisme. Oleh karena itu, bagi negara totaliter atau otonter, pendidikan
demokrasi menjadi lebih penting lagi, walaupun ini disadari oleh yang berkuasa
akan mengancam kekuasaannya. Oleh karena melalui pendidikan demokrasi rakyat
akan diberdayakan untuk menuntut haknya dan menentang berbagai kebijakan
penguasa yang bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi.
Pentingnya pendidikan demokrasi di Indonesia, disadari pula oleh para tokoh
pendidikan dan para pengambil kebijakan. Dari mulai tahun 1960 sampai sekarang,
pendidikan demokrasi telah dilaksanakan walaupun dengan substansi yang berbeda,
karena faktor kepentingan penguasa. Sementara menurut Tilaar (1999:172¬174),
bahwa:
Pendidikan
demokrasi yang merupakan tuntutan dari terbentuknya masyarakat madani Indonesia
mengandung berbagai unsur a) Manusia memerlukan kebebasan politik artinya
mereka memerlukan pemerintah dari dan untuk mereka sendiri; b) Kebebasan
intelektual; c) Kesempatan untuk bersaing di dalam perrwujudan diri
ssendiri(self realization); d) Pendidikan yang mengembangkan kepatuhan moral
kepada kepentingan bersama dan bukan kepada kepentingan sendiri atau kelompok-,
e) Pendidikan yang mengakui hak untuk berbeda (the right to be different)
Percaya kepada kemampuan manusia uniuk membina masyarakat di masa depan.
Berdasarkan
pendapat di atas menunjukan bahwa pendidikan demokrasi merupakan tuntutan untuk
terwujudnya masyarakat madani. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi
seperti kebebasan politik, kebebasan intelektual dan kebebasan untuk berbeda
pendapat merupakan prinsip yang harus dilaksanakan pada kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Di
tingkat persekolahan mata pelajaran yang memiliki visi dan misi yang jelas
sebagai pendidikan demokrasi adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Winataputra dkk (2004:2), bahwa: "... PKn
dapat disikapi sebagai: pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan politik,
pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan,
pendidikan hukum dan hak asasi manusia, dan pendidikan demokrasi".
Kemudian Winataputra dkk (2004:3), mengemukakan bahwa: "Secara keseluruhan
PKn memiliki fungsi yang strategis untuk mewujudkan esensi tujuan pendidikan
nasional membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab"-
Pentingnya PKn sebagai wahana formal pendidikan demokrasi disadari oleh para
pakar pendidikan dan para pengambil keputusan. Hal ini sebagaimana tercantum
dalam pasal 37 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikar Nasional
(Sisdiknas), di mana PKn merupakan muatan kurikulum wajib dan mulai pendidikan
dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Suatu Negara yang menerapkan sistem
demokrasi dimanapun berada, pada dasarnya untuk melindungi hak-hak warga
negaranya, dan sacara tidak langsung menginginkan warga negaranya memiliki
wawasan, rnenyadari akan keharusannya serta menampakkan partisipasinya sesuai
dengan status dan perannya dalan masyarakat. Sebaliknya jika pratik sistem
politik dalam Negara demokrasi mengabaikan nilai-nilai demokrasi, maka
terjadilah konflik, krisis dan lemahnya pemahaman politik. Salah satu solusi
strategis secara konseptual adalah dengan cara memperkuat demokrasi dalam
berbagai bidang dan aspek kehidupan. Upaya itu tentu tidak semudah membalikan
telapak tangan, dimana negaranya menganut sistem demokrasi, maka warga
negaranya akan demokratis, tetapi memerlukan proses pendidikan demokrasi,
Gandal dan Finn (1992) menegaskan bahwa "democracy does not teach it self.
If the strengts, benefits, and responsibilities of democracy are not made clear
to citizens. They will be ill equipped to defend on it". Dengan kata lain
demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendiri. Kalau kekuatan, kemanfaatan dan
tanggungjawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga
negara, sukar diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahannkannya.
Thomas
Jefferson sebagai penulis Deklarasi Kemerdekaan Amerika, dalam Wahab (2001),
menyatakan bahwa: "that the knowledge, skills, behaviors of democratic
citizenship do not just occur naturality in oneself-but rather they must be
taught consciously through schooling to teach new generation. i.e. they are
learned behaviors”.
Maksudnya
pengetahuan, skil, prilaku warga negara yang demokratis tidak akan terjadi
dengan sendirinya, tetapi harus diajarkan kepada generasi penerus. Winataputra.
(2001) dalam disartasinya memberikan penjelasan bahwa pendidikan demokrasi
adalah upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk
memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan dan
mengembangkan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai dengan status
perannya dalam masyarakat.
Menurut
Affandi (2005:7) ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam menanamkan
pendidikan demokrasi kepada generasi muda, yaitu pengetahuan dan kesadaran akan
hal :
Pertama,
demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak
warga masyarakat itu sendiri. Kedua, Demokrasi adalah suatu learning process
yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga Kelangsungan
demokrasi tergantung pada keberhasilan mentranformasikan nilai-nilai demokrasi:
kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada sistem politik yang
bersifat demokrasi.
Berdasarkan
pendapat tersebut, menunjukan bahwa pendidikan demokrasi tidak dapat begitu
saja meniru dari masyarakat lain, akan tetapi harus benar-benar digali dari
budaya masyarakat itu sendiri. Kemudian demokrasi itu akan terus berlangsung
dan berkembang manakala kita dapat mentransformasikan nilai-nilai demokrasi
seperti kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada sistem politik
yang bersifat demokratis.
Demokrasi
bisa tertanam dalam diri siswa dan juga bisa tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara, selain perlu keteladan
dari orang tua, guru, tokoh masyarakat dan aparat, juga perlu pembelajaran dan
pembudayaan demokrasi secara terencana, bertahap, dan berkesinambungan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan Djiwandono dkk (2003:34): "Oleh karena itu,
sebenarnya praktek demokrasi tidak mungkin langsung jadi, semuanya butuh tahap
belajar dari perkembangan masing-masing negara". Ada lagi hal penting yang
tidak boleh dilupakan adalah pola pembelajarannya harus demokratis. Jangan
sampai pembelajaran demokrasi, tetapi pola pembelajarannya bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi. Keadaan seperti ini jelas akan menjadi kontra
produktif dengan tujuan pembelajaran dan pernbudayaan demokrasi
Demokrasi
merupakan suatu proses pendidikan, bukan suatu yang dapat diciptakan dalam
waktu sekejap. Karena itu betapa penting proses pendidikan dan latihan
berdemokrasi baik pada institusi sosial, ekonomi, budaya, apalagi pada
institusi politik. Diatas segala itu, demokrasi hanya akan tumbuh kalau ada
kesadaran berdemokrasi (democratic consciousness), sikap tanggungjawab dalam
berdemokrasi (democratic reponsibility). Demokrasi bukan sekedar cara
memperoleh kekuasan tetapi sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan umum dengan
Cara-cara yang demokratis. Demokrasi bukan kebebasan tanpa batas. Kebebasan
demokrasi dibatasi oleh tanggungjawab terhadap kepentingan umum dan hukum,
karena demokrasi adalah pemerintahan untuk kepentingan umum dan hanya dapat
terwujud apabila dilaksanakan berdasarkan hukum (democracy under the rule of
law). Namun kondisi objektif memperlihatkan bahwa pembelajaran yang selama ini
dipraktikan belum kondusif bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi. Seperti
halnya dikemukakan oleh Affandi (2005:8) bahwa :
Tujuan
pendidikan demokrasi adalah untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir
kritis dan berpikir demokratis. Namun demikian dalam Kaitan dengan pendidikan,
persoalan, yang muncul adalah mungkinkah pendidikan demokrasi dilangsungkan
dalam suasana sekolah yang sangat birokratis, hirairkis-sentralistis dan elitis
sebagai mana sekolah yang ada dewasa ini ?
Berdasarkan
pendapat di atas, memberikan implikasi bahwa pendidikan demokrasi sangat
diperlukan, agar warga negaranya mengerti, menghargai kesempatan dan
tanggungjawab sebagai warga negara yang demokratis. Seperti halnya dikemukakan
oleh Gandal dan Finn (1992) dalam Winataputra (2001) mengatakan: "seek
only to familiarize people with the precepts of democracy, but also to produce
citizens who are principled, independent, inquisitive, and analytic in their
outlook" yakni pendidikan bukan hanya sekedar memberikan pengetahun dan
praktek demokrasi, tetapi juga menghasilkan warga negaranya yang berpendirian
teguh, madiri memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh ke depan.
Namun diingatkannya bahwa pendidikan demokrasi ini jangan hanya dilihat sebagai
isolated subject yang diajarkan dalam waktu terjadwal yang cenderung diabaikan
lagi, tetapi It is link to nearly everything else that students learn in
school-whether it be history, civics, ethics, or economics and too much that
goes on out side of school. Jadi jangan hanya dilihat sebagai mateapelajaran
yang terisolasi, tetapi harus dikaitkan dengan banyak hal yang dipelajari
siswa, mungkin dalam pelajaran sejarah, Kewarganegaraan, Etika, atau Ekonomi
dan lebih banyak terjadi di luar sekolah.
Pendidikan
demokrasi yang baik menurut Gandal dan Finn (1992) perlu dikembangkannya model
"school-based democracy education", paling tidak dalam empat bentuk
alternatif. (1) the root and braces of the democratic ide?, perhatian yang
cermat yaitu landasan dan bentuk-bentuk demokrasi. (2) how the ideas of
democracy have been translated into institutions and practices around the world
and through the age" bagaimana ide demokrasi telah diterjemaahkan ke daiam
bentuk-bentuk kelembagaan dan praktik di berbagai belahan bumi dalam berbagai
kurun waktu. Dengan demikian siswa, akan mengetahui dan memahami kekuatan dan
kelemahan demokrasi dalam berbagai konteks ruang dan waktu, (3) adanya kurikulum
yang memungkinkan siswa dapat belajar sejarah demokrasi di negaranya yang dapat
menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan
dinegaranya dalam berbagai kurun waktu, (4) tersedianya kesempatan bagi siswa
untuk memahami kondisi demokrasi yang diterapkan dinegara-negara di dunia,
sehingga para siswa memiliki wawasan luas tentang aneka ragam sistem sosial
demokrasi datam berbagai konteks.
Disamping
keempat hal tersebut perlu ditambahkan pula upaya dikembangkan dalam bentuk kegiatan
ekstra kurikuler yang nuansa demokrasi dan menjadikan sekolah sebagai
lingkungan yang demokratis, dan melibatkan siswa daiam kegiatan masyarakat.
Lain halnya dengan Sanusi (1998:3) yang menyatakan bahwa:
Dalam
memahami demokrasi harus memaknai aspek-aspek demokrasi secara menyeluruh
diperlukan kecerdasan ruhaniyah, kecerdasan nagliyah, kecerdasan agliyah (otak
logis-rasional), kecerdasn emosional (natsiyah), kecerdasan menimbang
(judgment), kecerdasan membuat keputusan dan memecahkan masalah (decision
making and problem solving) dan kecerdasan membahasakan serta
mengkomunikasikannya.
Berdasarkan
pendapat di atas, menunjukan bahwa untuk memahami demokrasi diperlukan adanya
kecerdasan ruhaniyah, nagliyah, aqliyah, nafsiyah, kececdasan dalam menimbang
serta kecerdasan daiarn membuat keputusan dan memecahkan masalah. Dengan kata
lain, perlu dikembangkannya pendidikan demokrasi yang bersifat
multidimensional, yang memungkinkan para siswa dapat mengembangkan dan
menggunakan seluruh potensinya sebagai individu dan warga negara dalam
masyarakat bangsa dan negara yang demokratis.
0 komentar:
Posting Komentar