Blogger Widgets

Setelah kita melalui berbagai spekulasi tentang akan atau tidaknya FIFA menjatuhkan sanksi untuk Indonesia, hari Sabtu (30/5) FIFA secara resmi memberikan sanksi untuk PSSI. Sanksi berupa dicabutnya keanggotaan Indonesia dari FIFA dan tidak diizinkannya klub maupun timnas Indonesia untuk berlaga di kompetisi Asia maupun internasional. Namun, FIFA masih mengizinkan Timnas U-23 untuk mengikuti SEA Games. Sanksi yang dijatuhkan tanpa batas waktu yang ditentukan ini diawali oleh SK pembekuan PSSI dari Kemenpora yang berujung pada perselisihan panjang antara pemerintah dan PSSI. Adapun FIFA akan mencabut sanksi ini apabila PSSI telah menyelesaikan permasalahannya.
Akhirnya seperti prediksi banyak pihak, FIFA mengeluarkan sanksi kepada Indonesia. Dalam surat keputusannya yang ditandatangani oleh Sekretaris Jendral FIFA, Jerome Valcke, Indonesia dilarang mengikuti, mengadakan, dan berpartisipasi  dalam pertandingan sepakbola Internasional. Dalam sanksi yang tidak ditentukan batas waktu berlakunya, FIFA sepertinya masih berbaik hati dengan mengizinkan Indonesia ikut dalam pertandingan-pertandingan sepakbola dalam SEA Games Singapura 2015 yang saat ini baru  saja berlangsung.
Sanksi FIFA ditanggapi dalam berbagai pandangan. Umumnya para pencinta sepakbola sangat menyayangkan dengan keluarnya sanksi FIFA tersebut oleh karena yang rugi adalah kita sendiri. Tanggapan yang sangat ekstrim antara lain adalah menyesalkan mengapa Menpora Imam Nahrowi tidak mencabut surat keputusan pembekuan PSSI sebelum tenggat waktu yang diberikan FIFA yaitu 29 Mei 2015 lalu.
Celakanya, Jokowi menanggapi santai saja sanksi yang dikeluarkan FIFA terhadap Indonesia. Bahkan ia dengan enteng mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia mau ikut pertandingan Internasional atau berprestasi dalam ruang lingkup Dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa sudah lama sekali Indonesia tidak punya prestasi dalam sepakbola. Oleh karena itu pembenahan terhadap PSSI akan berjalan terus.
Dengan adanya pernyataan Jokowi maka beragam reaksi bermunculan. Sampai-sampai ada yang berkomentar yang sepertinya bercanda dan menyindir pernyataan Jokowi dengan mengatakan : ‘lieuer kang’. Atau, ‘pusing mas’. Pasti akan banyak komentar, respons, dan opini yangakan muncul dalam sehari dua hari ini terhadap sanksi FIFA dan kaitannya dengan pernyataan surat keputusan Menpora untuk membekukan PSSI, dan utamanya terhadap pernyataan Presiden Jokowi.

Potensi bisnis sepakbola:
Awalnya ada segelintir elite olahraga kita yang menganggap bahwa FIFA tidak akan sembarangan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia mengingat potensi sepakbola yang besar di Indonesia ditambah dengan populasi Indonesia yang besar. Ini dikaitkan dengan potensi bisnis sepakbola di negara kita. Tepatnya penonton sepakbola yang begitu besar, diperkirakan FIFA tidak akan berani memberikan sanksi kepada Indonesia.
Mereka yang menganggap sepi peluang jatuhnya sanksi FIFA terhadap Indonesia salah prediksi. Ini bisa dimaklumi karena landasan prediksi tersebut salah karena tidak mengerti peraturan yang berlaku dalam FIFA khususnya yang terkait dengan kewajiban anggota serta apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.  Tentu saja sanksi tersebut tidak ada kaitan dengan populasi suatu negara anggota FIFA. Juga aspek bisnis tidak masuk hitungan FIFA. Bahkan kalau ada yang mengangggap potensi bisnis sepakbola yang sangat besar di Indonesia, nampaknya ini kesimpulan yang tidak tepat.
Akan halnya potensi bisnis sepakbola di Indonesia, yang harus menjadi basis adalah daya beli masyarakat kita. Walaupun secara populasi Indonesia menduduki negara nomor empat di dunia, daya belinya jauh di bawah banyak negara maju. Ini terlihat dengan harga tiket untuk menonton pertandingan sepakbola  relatif rendah. Tidak heran jika gaji para pemain sepakbola profesional di Indonesia tidak besar. Sementara nilai transfer pemain juga kecil. Fakta lain bahwa klub-klub sepakbola kita kemampuan secara finansial tidak besar.
Walau begitu, banyak pihak memperkirakan bahwa potensi sepakbola kita akan meningkat seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia. Faktor ini memang tidak dipandang sebelah mata oleh para sponsor. Bagaimanapun sepakbola sudah merupakan industri.
Sanksi FIFA:
Sanksi FIFA terhadap Indonesia mempunyai implikasi yang sangat luas. Beberapa konsekuensi dari  sanksi FIFA adalah bahwa PSSI kehilangan hak-haknya sebagai anggota FIFA, seperti tertera dalam  statuta FIFA  pasal 12 ayat 1.  Selain itu, semua tim sepakbola Indonesia, baik tim Nasional maupun klub-klubnya dilarang berhubungan keolahragaan  dengan anggota FIFA  yang lain termasuk AFC (Konfederasi Sepakbola Asia). Juga termasuk larangan untuk mengikuti kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan oleh FIFA dan AFC, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14 ayat 3. Aspek lain adalah bahwa PSSI dan para offisialnya tidak akan memperoleh hak terkait program-program pengembangan FIFA, serta pelatihan-pelatihan selama masa berlakunya sanksi.
Kalau ditelaah secara mendalam, makna dari sanksi FIFA terhadap Indonesia sangat besar dan luas. Artinya, kerugian yang kita alami sangat besar. Kehilangan hak untuk mengikuti pertandingan internasional berarti peluang pemain-pemain kita baik klub maupun tim Nasional untuk  meningkatkan kualitas sudah tidak ada lagi. Kompetisilah yang membuat para pemain sepakbola menjadi lebih berkualitas. Dengan bertanding melawan tim-tim dan klub-klub bermutu akan banyak pelajaran yang diperoleh para pemain kita.
Kerugian dalam aspek bisnis juga sangat besar. Apalagi dengan dibekukannya PSSI maka dana sponsor tidak akan mengalir. Sementara dana bantuan pengembangan sepakbola FIFA otomatis akan distop. Kerugian ini mempunyai efek berantai, mulai dari pemain, klub, karyawan klub, pengelola dan karyawan lapangan, wasit dan juru garis, bahkan sampai penjaja makanan yang selalu siap saat pertandingan sepakbola berlangsung. Bagaimana dengan sponsor? Jelas dana akan disalurkan ke sektor lain. Tentu saja sponsor juga akan rugi dengan kondisi seperti ini. Alhasil, tidak ada yang untung.
Mau ke mana?:
Aspek lain yang tidak kalah menarik untuk dibahas adalah reaksi pemerintah Indonesia (baca :Presiden Jokowi) terhadap sanksi FIFA. Jokowi mengatakan bahwa  sanksi FIFA harus disikapi dengan positif. Dalam kaitan ini, Jokowi mengatakan bahwa pembenahan total dalam tubuh PSSI merupakan keinginan pemerintah. Artinya , reformasi total,  pembenahan organisasi, pembenahan sistem,  dan pembenahan manajemen.
Di bagian lain dalam penjelasannya, Jokowi menyebutkan bahwa pemerintah ingin  sepakbola Indonesia menjadi lebih baik dengan berprestasi. Selama ini tim sepakbola kita kalah lagi, kalah lagi, yang artinya tidak memiliki prestasi. Walau begitu, pernyataan Jokowi masih bisa diperdebatkan karena kita pernah punya prestasi. Hanya saja akhir-akhir ini, tim Nasional sepakbola kita sudah jarang menjadi juara pertama. Padahal dalam sepakbola, kita tidak bisa melihat hanya hitam putih. Tiap kompetisi selalu mempunyai konteks yang berbeda, karena sifatnya yang berbeda dan lawannya yang juga berbeda.
Jokowi juga menyebutkan  bahwa kita harus memilih antara main di Internasional atau prestasi Internasional. Pernyataan Jokowi ini seperti pedang bermata dua-bisa ‘membunuh lawan’ atau ‘membunuh diri sendiri’. Kalau kita pakai logika tersebut, berarti kita harus siap-siap untuk mengundurkan diri dari setiap cabang olahraga Internasional jika kita tidak punya prestasi. Ini bisa dikuliti satu persatu. Mulai saja dengan badminton yang puluhan tahun lalu kita mendominasi Dunia, sekarang praktis dikuasai oleh Tiongkok. Bagaimana dengan bola volley, atletik, dan bola basket? Apalagi renang kita yang jalan di tempat kalau memakai logika Jokowi,-berarti kita harus keluar dari FIFA?.
Kembali kepada sepakbola kita, FIFA akan mencabut sanksinya dan memulihkan keanggotaan Indonesia apabila dipenuhi empat syarat yang utamanyaadalah bahwa urusan sepakbola dikelola secara independen oleh PSSI. Jangan lupa bahwa tata tertib pada setiap organisasi olahraga Internasional sangat jelas. FINA tidak segan untuk menjatuhkan skorsing kepada Phelps walau ia adalah juara Dunia. Organisasi atletik Internasional, IAAF, sudah sering menjatuhkan skorsing kepada atlet-atlet tingkat Dunia yang melanggar peraturan.
Dalam soal sepakbola Indonesia yang konon tim transisi akan mengadakan kongres Luar Biasa jelas ini salah kaprah jika sampai dilaksanakan. Kalau kita tidak dalam FIFA, apakah kita mau bergabung dengan organisasi sepakbola non-FIFA yang disebut VIVA? Organisasi ini antara lain anggotanya adalah provinsi Basque, Spanyol dan Siprus Utara. Dulu Gibraltar dan kepulauan Faroe adalah anggota VIVA, belakangan menjadi anggota FIFA. Padahal negara-negara kecil saja seperti San Marino, Andorra, dan Lichtenstein adalah anggota FIFA, seperti halnya negara-negara kecil di Pasifik dan Karibia.  Apakah Indonesia mau mundur dengan tidak menjadi anggota FIFA? Pertanyaan ini harus dijawab secepatnya sebelum makin besarnya kerugian yang kita hadapi dari segi ekonomi, bisnis, psikologi, dan sosiologi. Satu-satunya jawaban adalah mengembalikan wewenang sepakbola kepada PSSI. Tentu disyaratkan agar PSSI memiliki komitmen penuh dalam melakukan revitalisasi dalam tubuh PSSI untuk meningkatkan prestasi sepakbola secara bertahap namun pasti.
Skuat tim nasional Indonesia U-23 dinilai sedikit terpengaruh oleh pemberitaan media massa di Indonesia tentang sanksi FIFA. Demikian diungkapkan oleh pelatih timnas U-23, Aji Santoso, setelah tim asuhannya dibekuk Myanmar 2-4 dalam laga perdana Grup A SEA Games 2015, Selasa (2/6).
Dalam pertandingan yang digelar di Stadion Jalan Besar, Singapura, Indonesia kebobolan dua gol tim lawan sebelum diperkecil oleh M Abduh Lestaluhu di menit 45. Myanmar kembali melesakkan dua gol ke gawang M Natsir, sampai Ahmad Nufiandini mengemas gol penghibur di menit 70.
Aji Santoso menegaskan, para pemain telah berjuang membela bangsa di pertandingan tersebut. Skuat "Garuda Muda" berencana bangkit ketika akan menghadapi Kamboja, Sabtu (6/6) kick-off 19:30 WIB di stadion yang sama.
"Ini masalah mental anak-anak, yang jelas selama ini pemberitaan di Indonesia sedikit mempengaruhi anak-anak. Itu pasti, tiap media beranekaragam beritanya," kata Aji Santoso, seperti dilansir dari situs resmi PSSI.
"Tapi itu bukan alasan, saya terus mencoba mengangkat mental pemain,” lanjut dia.
Ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang, beberapa pemain menangis, begitupun saya " - Aji Santoso
“Saya sudah sampaikan beberapa kali bahwa ini adalah perjuangan membela bangsa, meski situasi sepakbola Indonesia tidak bagus. Kami coba bangkit dari bawah lagi," pungkas Aji.
Pada kesempatan yang sama, seperti dikutip dari situs Asean Football, Aji memandang ajang SEA Games seakan menjadi terakhir kalinya timnas Indonesia memainkan pertandingan internasional.
"Saya sadar bahwa ini akan menjadi terakhir kalinya kami bakal memainkan pertandingan internasional sampai skorsing FIFA dicabut. Berapa lama sanksi itu dicabut? Dua tahun, tiga tahun atau empat tahun," ucap sang pelatih.

“Dimana saya akan pergi setelah SEA Games? Tanpa sepakbola, apa yang saya bakal lakukan? Itu beberapa pertanyaan yang mungkin juga diajukan oleh para pemain. Dan saya tidak menyalahkan mereka. Kalau saya pemain, saya mungkin bisa merasakan hal serupa."
SUMBER : http://www.kompasiana.com/fuadafdhal/setelah-sanksi-fifa-kita-mau-ke-mana-kemelut-sepakbola-kita_556c4c79c823bd07048b456d

0 komentar:

Posting Komentar

animasi bergerak gif

About this blog

Hanya blog iseng buatan mahasiswa Gunadarma untuk kelancaran perkulihannya :)

About Me

Diberdayakan oleh Blogger.