Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah
sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins
(2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1.
Inovasi
dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2.
Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3.
Berorientasi
pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang
teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.
Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5.
Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
6.
Agresivitas
yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7.
Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan
Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke
dalam empat tipe dasar:
1.
Control
culture. Budaya impersonal
nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang
melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
2.
Collaborative
culture. Berdasarkan pada
kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara
people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen
pokok.
3.
Competence
culture. Budaya personal yang
dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi,
alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang
yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang
lebih tinggi.
4.
Cultivation
culture. Budaya yang
berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi
Fungsi-fungsi budaya
Budaya
memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
1. BATAS
Budaya berperan sebagai penentu
batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan
organisasi lainnya.
2. IDENTITAS
Budaya
memuat rasa identitas suatu organisasi.
3. KOMITMEN
Budaya
memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada
kepentingan individu.
4. STABILITAS
Budaya
meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang
membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa
yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan
Meta-ethical
cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan
bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu
disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena
setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap
kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu
premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles
derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap
kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan
suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Kendala – Kendala dalam Pencapaian Tujuan
Etika Bisnis
Pencapaian
tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan
kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.
Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak
di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2.
Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik
bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang
teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan
dengan mengabaikan peraturan.
3.
Situasi
politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal
ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan
usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi
untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan
akibatnya.
4.
Lemahnya
penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum
ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis
dan manajemen.
0 komentar:
Posting Komentar