Blogger Widgets

Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principle (GAAP). Menurut Schipper (1989) Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. Selain itu dikemukakan juga oleh Healy & Wahlen (1999) bahwa Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dengan angka-angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang. Dechow, et.al (1996) mendefinisikan earnings management sebagai earnings manipulation, baik di dalam maupun di luar batas Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Scott (1997) mendefinisikan earnings management sebagai tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan. Setiawati dan Na’im, (2000) mendefinisikan manajemen laba sebagai campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.

Penelitian Jensen dan Meckeling (1976) menyatakan bahwa terdapat kesejajaran antara kepentingan manajer dan pemegang saham pada saat manajer memiliki saham perusahaan dalam jumlah yang besar. Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa pemisahan antara kepemilikan saham dan pengawasan perusahaan menimbulkan benturan kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen. Benturan ini meningkat ketika pihak manajemen mempunyai dorongan untuk meningkatan kemakmurannya sendiri. Pada saat proporsi kepemilikan manajerial meningkat, kepentingan dari pemegang saham dan manajemen mulai
menyatu. Smith (1976) menemukan bahwa manajemen laba secara signifikan lebih sering dilakukan oleh perusahaan – perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan – perusahaan yang dikendalikan oleh pemiliknya.
Penelitian Dhaliwal et al. (1982), dan Morck et al. (1988) memberikan simpulan bahwa perusahaan yang dikelola oleh manajer yang memiliki persentase tertentu saham perusahaan dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Penelitian Warfield et al. (1995) menemukan bahwa jumlah proporsi kepemilikan saham manajemen di suatu perusahaan memiliki hubungan positif terhadap tindakan manajemen laba.
Dalam hubungan dengan operating cashflow, penelitian Dechow et al. (1995) yang menemukan bahwa discretionary akrual memiliki korelasi negatif dengan arus kas operasi. Penelitian ini konsisten dengan. Becker et al. (1998) melaporkan adanya hubungan negatif antara arus kas operasi dengan dan akrual diskresioner.
Moses (1997) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar, Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi sehingga dapat menarik perhatian media dan konsumen.
Peasnell et al. (1998) meneliti efektifitas dewan komisaris dan komisaris independen terhadap manajemen laba yang terjadi di Inggris. Dengan menggunakan sampel penelitian yang terdiri dari 1178 perusahaan tahun selama periode 1993-1996, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen membatasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Becker dkk (1998) menyimpulkan bahwa klien dari auditor Non Big 6 melaporkan akrual diskresioner (proxy dari manajemen laba) secara ratarata lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh oleh klien auditor Big 6. Francis dkk (1999) juga menemukan hasil yang konsisten. Selain itu Myers dan Skinner (2000) menemukan bukti empiris bahwa perusahaan berukuran besar cenderung tidak melaporkan accurate earnings setelah meneliti pertumbuhan earnings mereka selama 14 kuarter.
Peneliti Marachi (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sample perusahaan industry tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif terhadap manajemen laba.
Penelitian ini sejalan dengan hasil dari penlitian Lee & Choi (2002) yang mengemukakan bahwa perusahaan yang berkuran kecil cenderung lebih terdorong untuk melakukan tindakan manajemen laba. Sejalan dengan penelitian Myers dan Skinner sebelumnya, Barton and Simko (2002) juga menemukan bahwa perusahaan berukuran besar cenderung mendapat tekanan-tekanan untuk memenuhi harapan pasar sehingga mereka terdorong untuk melakukan manajemen laba. Selain itu perusahaan besar juga memiliki “bargaining power” yang lebih besar untuk bernegosiasi dengan auditor untuk melakukan manajemen laba. Penelitian lebih lanjut tentang kepemilikan manajerial yang dilakukan Gabrielsen, et al. (2003) mengemukakan bahwa jumlah kepemilikan saham oleh manajer akan mempengaruhi tindakan manajemen laba.
Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu :
1.      Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan  akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
2.      Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
3.      Biaya.
Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap sebagai  suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of  investment).
Alasan Dilakukan Manajemen Laba
Alasan dilakukan manajemen laba karena:
1.      Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat  keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
2.      Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam  default  yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat kebijakan  yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
3.      Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Berdasarkan yang dilakukan olehWatts dan Zimmerman (1986) secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba. Faktor-faktor yang diajukan oleh Watt dan Zimmerman adalah:
1.      Hipotesis Bonus Plan.
Perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.

2.      Debt To Equity Hypothesis.
Bahwa pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar maka manajer perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatakan pendapatan atau laba.

3.      Political Cost Hypothesis
Bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan.
Terjadinya Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Manajer dapat menentukan kapan  waktu akan melakukan manajemen laba  melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara  pribadi merupakan wewenang dari para manajer.
2.      Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang  wajib diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih  awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

3.      Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).

0 komentar:

Posting Komentar

animasi bergerak gif

About this blog

Hanya blog iseng buatan mahasiswa Gunadarma untuk kelancaran perkulihannya :)

About Me

Diberdayakan oleh Blogger.