1.
Pengartian
Mudik
Mudik adalah kegiatan perantau/ pekerja migran untuk
kembali ke kampung halamannya. Kata mudik
berasal dari sandi kata bahasa Jawa ngoko yaitu mulih
dilik yang berarti pulang sebentar. Mudik di Indonesia identik dengan
tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya
menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada
kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan,
selain tentunya juga sowan
dengan orang tua. Tradisi mudik muncul pada beberapa negara berkembang dengan
mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia dan Bangladesh.
Pada umumnya masyarakat Indonesia
menjelang Lebaran atau Idul Fitri, rutin pulang ke kampung halaman. Mereka tak
peduli betapa pun kesulitan yang dihadapinya untuk mudik lebaran. Seperti:
berdesak-desakkan di kareta, berjubel di bis, dan kemacetan panjang di
perjalanan. Begitu juga kalau memakai sepeda motor dengan resiko kepanasan dan
kehujanan. Semua itu dilakukan dalam rangka merayakan hari Lebaran di kampung
halaman, sekaligus untuk ajang silaturahmi bersama sanak-keluarga.
Mudik sudah menjadi tradisi dikala
lebaran. Jutaan masyarakat Indonesia yang merantau berbondong-bondong pulang
kampung. Mudik atau pulang kampung adalah hal yang dinantikan dan
sekaligus merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri, karena mereka senantiasa
rindu untuk pulang ke asal muasal yaitu kampung halaman serta kangen akan
kasih sayang dan belaian kasih kedua orang tua tercinta.
2.
Sejarah Mudik
Tradisi mudik yang selalu
dikaitkan dengan lebaran, terjadi awal pertengahan dasawarsa 1970-an, ketika
Jakarta tampil sebagai salah satu kota besar di Indonesia
yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali
Sodikin (1966-1977), berhasil disulap menjadi kota Metropolitan. Bagi
penduduk kota-kota lain, terutama orang-orang desa, Jakarta menjelma menjadi
kota impian, Jakarta menjadi tempat penampungan orang-orang desa yang di
kampung tidak beruntung dan di Jakarta seolah-olah akan kaya. Lebih dari 80%
para urbans ini datang ke Jakarta hanya untuk mencari pekerjaan. Di Jakarta
eksistensi mereka tenggelam, sementara legitimasi sosial atas keberadaan mereka
juga tak kunjung datang. Itulah sebabnya kehadiran mereka di Jakarta akan dapat
memenuhi harapan hidupnya.
Lebaran adalah momentum yang tepat
untuk itu, sebab pada hari lebaran ada dimensi keagamaan, ada legitimasi
seolah-olah lebaran adalah waktu yang tepat untuk berziarah. Mudik ke
kampung halaman adalah kamuflase dari semangat memperoleh legitimasi sosial dan
menunjukkan eksistensinya.
Itulah awal mula pulang kampung atau
mudik menjadi tradisi yang seolah-olah mempunyai akar budaya. Jadi
sesungguhnya, tradisi mudik lebih disebabkan oleh problem sosial dan sama
sekali tidak didasarkan oleh akar budaya. Sebagian besar para
pemudik itu adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang ingin menunjukkan
kepada masyarakat udiknya seolah-olah di Jakarta mereka telah mencapai sukses.
3.
Tujuan
Mudik
Beratnya
tantangan yang dihadapi para pemudik, tidak pernah menyurutkan niat dan kemauan
mudik ke kampung halaman. Paling tidak ada lima alasan yang menjadi tujuan para
pemudik pulang kampung.
Pertama, dorongan keagamaan yang telah menjadi budaya.
Begitu kuat tarikan keagamaan yang telah menjadi budaya, karena Islam
mengajarkan bahwa mereka yang sudah berpuasa akan diampuni dosa-dosanya. Akan
tetapi, yang diampuni hanya dosa di hadapan Allah, sedang dosa kepada orang
tua, saudara kandung, tetangga dan sekampung, tidak akan diampuni kecuali
saling bermaaf-maafan dengan jabat tangan melalui silaturahim antara satu
dengan yang lain.
Kedua, ziarah ke kubur. Telah menjadi budaya di kalangan
masyarakat bahwa menjelang puasa Ramadan dan Idul Fitri, anak-anak, menantu,
keluarga dan famili pergi berziarah ke kubur orang tua, kakek, nenek dan
leluhur serta keluarga terdekat sambil mendoakan. Itu tidak mungkin dilakukan
kalau tidak mudik. Bagi mereka yang berasal dari kampung. Maka dalam kesempatan
Idul Fitri dilakukan ziarah ke kubur, selain silaturahim.
Ketiga, rindu kampung halaman. Setiap tahun kerinduan
kepada kampung halaman selalu diobati dengan mudik. Ini adalah fenomena sosial
yang menarik sebagai makhluk sosial, rindu kepada asal usulnya di kampung
halaman. Oleh karena itu, tantangan berat yang dihadapi untuk pulang kampung,
tidak menjadi persoalan, mereka tetap lakoni dengan penuh kegembiraan dan
kebahagiaan.
Keempat, bernostagia di kampung halaman. Masa kecil di
kampung halaman adalah masa-masa yang paling indah dan menyenangkan. Maka
setiap tahun, kenangan indah itu, selalu ingin diperbaruai dengan pulang
kampung sambil membawa keluarga seperti anak, menantu dan istri supaya ikut
menghayati suasana kampung di masa dahulu.
Kelima, unjuk diri kesuksesan di perantauan. Hal itu, ikut
juga mewarnai perasaan sebagian pemudik untuk pulang kampung. Budaya pamer
berlaku kepada semua tingkatan sosial. Maka momentum Lebaran, pulang kampung
dengan niat yang bermacam-macam, salah satu adalah unjuk diri.
4.
Dampak
Negatif Mudik
Mudik Lebaran yang sudah menjadi budaya, diakui atau
tidak, mempunyai dampak negatif. Pertama, konsumerisme, pamer kemewahan, boros
dan berbagai perilaku yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam dan
tujuan puasa itu sendiri. Di mana hasil puasa selama sebulan penuh, seharusnya
semakin menghadirkan ketakwaan yaitu kedekatan kepada Allah dan sesama manusia
yang sebagian besar masih mengalami kesulitan hidup. Mereka masih dihimpit
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Kedua, bisa mengundang cemburu dan iri hati para
penduduk kampung. Pulangnya para pemudik untuk berlebaran di kampung halaman,
dengan memamerkan kemewahan misalnya mobil yang bagus, baju dan sepatu yang
baru, bisa menimbulkan 'cultural shock' (goncangan budaya). Di mana orang-orang
kampung atau desa meniru dan mengikuti cara hidup orang kota yang pulang
kampung, misalnya berutang dan atau menjual harta benda seperti tanah untuk
membeli motor, mobil dan sebagainya sebagai asesori kemewahan.
Ketiga, memacu urbanisasi dan migrasi. Mudik
Lebaran, juga bisa berdampak negatif yang memacu peningkatan urbanisasi, yaitu
perpindahan penduduk dari kampung atau desa ke berbagai kota di Indonesia.
Selain itu, juga dapat mendorong meningkatnya migrasi, yaitu perpindahan
penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam sejarah mudik Lebaran, sudah
terbukti bahwa usai mudik lebaran, semakin banyak orang kampung yang melakukan
urbanisasi, meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan di kota.
5.
Dampak Positif Mudik
Mudik Lebaran, di samping menimbulkan dampak
negatif, juga banyak dampak positifnya. Pertama, dampak ekonomi. Mudik para
perantau telah menimbulkan dampak positif bagi ekonomi di kampung halaman.
Mereka pulang dengan membawa uang dan berbelanja telah mendorong perputaran
ekonomi yang tinggi di kampung, sehingga para petani, nelayan dan pemerintah
daerah mendapat manfaat ekonomi. Mereka menyewa hotel dan penginapan, telah
mendorong kemajuan kampung halaman karena membuka dan memajukan bisnis
penginapan dan hotel. Belum lagi, pemudik memberi sedekah, zakat fitrah dan
zakat harta (mal) kepada keluarga dan penduduk di kampung halaman mereka.
Kedua, silaturahim (hubungan kasih sayang) antara
pemudik dan penduduk kampung terbangun kembali, yang selama hampir satu tahun
tidak pernah bertemu. Ini sangat positif untuk memelihara, merawat dan menjaga
bangunan kebersamaan satu kampung.
Ketiga, persatuan dan kesatuan terjaga dan
terpelihara. Bangsa Indonesia yang amat tinggi rasa keagamaan
(religiusitas)-nya, telah memberi andil yang besar untuk menjaga, merawat dan
memupuk rasa persatuan dan kesatuan seluruh bangsa Indonesia melalui medium
silaturahim Idul Fitri. Hal ini, tidak bisa dinilai dengan pengorbanan harta
dan tenaga yang dilakukan para pemudik.
Keempat, pengamalan agama. Peristiwa mudik Lebaran,
juga mempunyai dampak positif dalam pengamalan ajaran Islam. Karena di tengah
kemajuan yang membawa manusia kepada perilaku individualistik, yang enggan
berhubungan dengan pihak lain dan merasa terganggu, melalui medium silaturahim
Idul Fitri dalam rangka hubungan manusia (hablun minannaas) tetap diamalkan,
dan bahkan telah menjadi budaya seluruh bangsa Indonesia.
Kelima, secara sosiologis, mudik Lebaran mendekatkan
si perantau yang sudah sukses dengan mereka yang masih berdomisi di kampung
halaman seperti orang tua, famili dan teman-teman. Peristiwa mudik, bisa
memperbaharui kembali hubungan sosial dengan masyarakat sekampung, yang tentu
berdampak positif dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
6.
Tips Mudik
a.
Tips Berkendara Umum Saat Mudik
Lebaran:
1) Waspada
terhadap beberapa aksi kriminalitas.
2) Jangan
terlihat bingung bila memasuki terminal atau stasiun.
3) Mudik
jangan sendirian, minimal berdua atau lebih.
4) Jangan
terlalu percaya dengan orang yang baru dikenal atau ditemui saat di terminal
bus, stasiun kereta api atau bandara.
5) Jangan
membawa barang terlalu banyak atau mengenakan barang perhiasan yang mencolok.
b.
Tips
Agar Rumah Aman Saat Mudik Lebaran
1) Tinggalkan
rumah dalam kondisi yang bersih dan aman.
2) Pastikan
seluruh sambungan listrik pada alat-alat elektronik sudah dilepas.
3) Pastikan
seluruh pintu dan jendela rumah sudah terkunci rapat.
4) Periksa
kembali kompor dan tabung gas.
5) Jangan
tinggalkan kendaraan pribadi saat rumah kosong. Titipkan kendaraan di kantor atau
tempat parkir menginap.
7.
Mudik
di Negara Lain
Mudik ternyata tidak hanya dilakukan di Indonesia.
Tercatat ada beberapa negara di Asia lainnya memiliki tradisi serupa. Berikut
ini, adalah 5 negara yang memiliki
tradisi mudik atau pulang kampung:
1)
Turki
Festival Gula atau
Seker Bayram adalah istilah Idul Fitri bagi orang Turki. Ritual mudik yang
dilakukan negara ini sama dengan apa yang dilakukan oleh umat Muslim di
Indonesia, seperti tradisi pulang ke daerah asal, melakukan sungkeman kepada
orang tua, bermaaf-maafan, mengunjungi makam keluarga atau kerabat. Akan tetapi
ada sedikit perbedaan dengan Indonesia dimana kegiatan mengunjungi makam
keluarga di Turki dilakukan secara besar-besaran dan ditandai dengan maraknya
kemunculan pasar bunga di beberapa daerah di negara tersebut.
2)
Malaysia
Orang Malaysia menamai
Idul Fitri dengan Hari Raya Puasa atau Hari Raya Aidil Fitri. Di Malaysia,
tradisi mudik dikenal dengan nama balik kampong. Masyarakat Malaysia balik
kampong tak hanya pada saat Lebaran, tetapi juga saat tahun baru Imlek. Ritual
mudik yang ada di Malaysia sama dengan di Indonesia.
3)
India
Selain Malaysia, India
juga mengenal tradisi mudik. Tiap tahun, masyarakat India pulang ke kampung
halaman untuk merayakan Festival of Lights atau Diwali , yaitu salah
satu upacara dalam agama Hindu di India yang dilakukan selama 5 hari
berturut-turut.
Selain itu, saat
Lebaran, masyarakat India yang beragama Islam pun berbondong-bondong pulang
kampung. Di kampung halamannya, mereka saling mengirim makanan, bersilaturahmi,
bersalam-salaman, dan membagikan sedekah. Makanan khas yang disajikan di India
saat Lebaran adalah seviyan (masakan sejenis mie yang rasanya manis) dan phimi
(sejenis puding).
4)
Cina
Penduduk kota-kota
besar di Cina juga biasanya mudik pada tahun baru Imlek (Spring Festival
). Enam hari sebelum tahun baru Imlek, berbagai sarana transportasi akan
dipenuhi orang-orang yang hendak pulang ke kampung halaman untuk merayakan
Imlek bersama orangtua dan sanak saudara. Berbagai makanan lezat serta hiasan
memikat, disajikan dan diperlihatkan pada saat Imlek atau Spring Festival
tersebut.
5)
Korea Selatan
Aktivitas mudik yang
tidak kalah ramai juga terjadi di Korea Selatan saat perayaan Chuseok atau Hari
Panen. Jutaan warga Korea berbondong-bondong pulang ke kampung halaman mereka
untuk memberi penghormatan kepada leluhur dan merayakan libur bersama keluarga.
Menjelang perayaan Chuseok, kemacetan parah terjadi di sepanjang jalan kota.
8.
Kesimpulan
Peristiwa
mudik Lebaran yang telah menjadi budaya, harus terus dipelihara, dijaga dan
dilestarikan, karena dampak positifnya lebih banyak ketimbang dampak
negatifnya. Yang harus dilakukan ialah mengurangi dampak negatif mudik dengan
melakukan, pertama, meningkatkan kesadaran para pemudik bahwa keselamatan dalam
perjalanan mudik adalah segalanya.
Kedua,
pemerintah harus terus meningkatkan penyediaan transportasi massal untuk
melayani pemudik. Selain itu, berbagai perusahaan yang peduli pemudik, dari
jauh hari harus bekerja sama dengan media untuk memberitahu masyarakat tentang
adanya penyediaan fasilitas mudik.
Ketiga,
para pemudik harus membuat perencanaan. Paling kurang tiga bulan sebelum mudik
sudah memesan tiket dan menghubungi perusahaan atau organisasi yang biasa
menyelenggarakan mudik bareng secara gratis.
Keempat,
pemerintah terutama Kementerian Pekerjaan Umum RI, sudah saatnya membuat jalan
yang berkualitas tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Jangan seperti
sekarang, setiap tahun jalan raya yang dilalui pemudik dilakukan tambal sulam
dan tidak pernah baik.
Kelima,
sudah saatnya seluruh bangsa Indonesia terutama para pemudik meningkatkan
disiplin dalam berlalu lintas. Pada saat yang sama, aparat kepolisian sebagai
aparat penegak keamanan, menindak mereka yang tidak disiplin dalam berlalu
lintas.
0 komentar:
Posting Komentar